Jumat, 21 September 2012

tulisan ini diambil dari : http://www.yuswohady.com/2012/04/24/leadership-climate/#more-1199

Leadership Climate

Selama hampir setahun terakhir ini saya terlibat dalam riset bersama pak Stanley Atmadja, pendiri Adira Finance, untuk meneliti proses dan gaya kepemimpinan di Adira Finance selama 20 tahun terakhir. Hasilnya adalah sebuah buku karya pak Stanley berjudulInside the Giant Leap yang rencananya diluncurkan awal Mei ini. Sesungguhnya buku ini merupakan elaborasi dari karya pak Stanley sebelumnya Making the Giant Leap yang terbit tahun 2009 lalu. Kebetulan saya juga terlibat dalam proses riset buku tersebut.
Buku ini memiliki tesis yang menarik karena berbeda dengan kebanyakan buku kepemimpinan yang lain. Sebagian besar buku kepemimpinan memfokuskan kajiannya pada pengembangan kualitas kepemimpinan (leadership qualities) dan praktek kepemimpinan (leadership practices) dari si pemimpin. Buku-buku tersebut umumnya menekankan pentingnya pemimpin membangun kualitas/praktek kepemimpinan yang unggul seperi memiliki visi jauh ke depan, pemberdayaan, empati, adaptif terhadap perubahan, dan sebagainya.
Buku ini menggunakan pendekatan dan perspektif yang sama sekali berbeda. Ya, karena buku ini lebih melihat sukses pemimpin dari sisi kemampuannya membangun iklim kepemimpinan (leadership climate) yang membangkitkan “energi positif” bagi semua orang di dalam organisasi untuk mencapai kinerja luar biasa. Perlu diingat, iklim kepemimpinan menghasilkan keunggulan bersaing yang lebih robust dan sustainable dibanding kualitas/praktek kepemimpinan.
Bagaimana iklim kepemimpinan itu terbentuk? Awalnya dimulai dari pembentukan apa yang disebut karakter-karakter kepemimpinan (leadership characters) dan prinsip-prinsip kepemimpinan (leadership principles) yang melekat pada diri si pemimpin. Melalui fungsi role modeling pemimpin kemudian membudayakan (culturing) karakter dan prinsip kepemimpinan tersebut di kalangan anak buah (followers). Proses pembudayaan ini dilakukan dengan menginternalisasi karakter dan prinsip kepemimpinan tersebut ke seluruh anak buah sehingga mereka memahami, menghayati, dan melakukannya.
Ketika proses pembudayaan ini berlangsung massal dan mencakup seluruh orang di dalam organisasi, maka ia akan bisa membentuk sebuah iklim kepemimpinan (leadership climate) di dalam organisasi. Iklim kepemimpinan ini memungkinkan organisasi menjalankan siklus manajemen (mencakup tahapan-tahapanvisioningplanningimplementing, dan winning) secara efektif. Karenannya, iklim inilah yang menentukan baik tidaknya sebuah organisasi mengeksekusi strategi dan kemudian menerjemahkannya menjadi hasil kinerja.
Dua organisasi yang berbeda, mengimplementasi program yang sama (misalnya program implementasi Balanced Scorecard atau atau aplikasi enterprise resource planning, ERP) akan menuai hasil yang berbeda, karena adanya perbedaan iklim yang dibangun oleh masing-masing organisasi tersebut. Di sinilah iklim kepemimpinan berkontribusi pada pencapaian hasil kinerja
Organisasi yang mampu membangun iklim yang positif dan produktif (saling trust antar karyawan, kekeluargaan, empowerment, kerjasam tim) akan mampu menuntaskan program-program tersebut secara lebih baik, cepat, dan efisien. Sebaliknya organisasi yang tidak mampu membangun iklim organisasi yang baik (hubungan antar karyawan yang sarat dengan intrik dan politik kantor, kurangnya spirit untuk mencapai kinerja terbaik, birokrasi yang rumit, komunikasi yang terhambat) akan menyelesaikan program-program tersebut lebih lama, hasil yang kurang memuaskan, dan biaya yang besar karena suasana kerja yang tidak produktif.
Satu hal menarik yang ditemukan dari survei yang dilakukan dalam buku ini adalah bahwa tugas pemimpin tak hanya membangun visi dan menginspirasi followers-nya dengan visi tersebut. Tugas pemimpin juga tak hanya sekedar menjadi role model bagi orang-orang yang dipimpinnya. Tugas terbesar seorang pemimpin adalah menciptakan iklim produktif yang memungkinkan eksekusi strategi/program dituntaskan dengan baik hingga menghasilkan kinerja luar biasa.

Kamis, 20 September 2012

tulisan ini ditulis oleh tung desem waringin diambil dari http://finance.detik.com/read/2012/09/18/103611/2023550/480/pilih-mana-jadi-investor-atau-pemilik-bisnis

Jakarta - Entah investasi itu di dalam real estate, sebuah bisnis, saham, atau obligasi tetap ada “naluri bisnis komprehensif” mendasar yang paling penting untuk menjadi investor yang handal. Beberapa orang memiliki naluri komprehensif ini, tapi banyak yang tidak. Terutama karena sekolah melatih sangat terspesialisasi, tidak terlatih secara komprehensif.

Jalan yang disarankan, banyak orang memilih langsung menjadi investor. Menurut Robert Kiyosaki, “Jika kau mempunyai banyak uang dan waktu luang, silahkan memasuki kuadran “I” atau investor. Tapi jika kau tidak mempunyai banyak uang dan waktu, jalan yang disarankan lebih aman yaitu masuk ke kuadran “B” ataubusiness owner terlebih dahulu. Mengapa?

1. Pengalaman dan pendidikan

Jika pertama-tama sukses sebagai seorang “B” , Anda akan mendapat kesempatan yang lebih baik untuk berkembang menjadi seorang “I” yang kuat. “I” menanam modal di “B”. Jika pertama-tama mengembangkannaluri bisnis yang mantap, Anda akan menjadi investor yang lebih baik. Anda akan bisa lebih baik mengenali “B” lain yang bagus. Investor sejati menanam modal pada “B” yang sukses dengan sistem bisnis yang stabil. Sangat berisiko untuk berinvestasi pada seorang “E” (Employee) atau “S” (Self-Employee) yang tidak mengetahui perbedaan antara sebuah sistem dengan sebuah produk atau yang tidak mempunyai keterampilan kepemimpinan yang baik.

2.Cashflow

Jika memiliki bisnis yang berjalan baik, Anda berarti mempunyai waktu luang dan uang untuk menopang fluktuasi kuadrant “I”. Sering kita bertemu orang-orang dari kuadrant “E-S” yang keuangannya begitu terbatas hingga mereka tak sanggup menanggung kerugian finansial dam bentuk apapun. Hanya dalam satu kali ayunan pasar mereka langsung bangkrut karena mereka secara finansial beroperasi di “garis merah”. Kenyataannya adalah investasi membutuhkan pengetahuan serta modal yang banyak. Kadang dibutuhkan banyak modal dan waktu untuk memperoleh pengetahuan tersebut.

Saran Robert Kiyosaki adalah bagi mereka yang mulai pindah ke kuadran “B” atau “I”, mulailah dengan kecil-kecilan dan perlahan-lahan. Lakukan transaksi yang lebih besar setelah keyakinan dan pengalaman Anda tumbuh. 

Begitu seseorang memperoleh pengalaman dan reputasi bagus, semakin lama dibutuhkan semakin sedikit uang untuk menciptakan investasi yang semakin besar. Sering tidak dibutuhkan uang untuk menghasilkan banyak uang. Mengapa? Pengalaman sangat berharga.

Semoga Bermanfaat, Saya Tung Desem Waringin mengucapkan salam dahsyat!